REFLEKSI JUMAT AGUNG (10 April 2020)
Kamis, 09 April 2020, 23:21:52 WIB

“Selamatkanlah diri-Mu, jikalau Engkau Anak Allah”...”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
Kematian Tuhan Yesus Kristus di kayu salib, yang kemudian kita kenal dengan peristiwa Jumat Agung dengan berbagai kegiatan ibadah. Menarik untuk kita refleksikan baik peristiwa-peristiwa yang menyertai maupun peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terjadi pada peristiwa Jumat Agung. Mengapa menarik untuk kita refleksikan? Karena melalui peristiwa-peristiwa itu kadang tanpa kita sadari maupun kita sadari menjadi peristiwa yang realita kita lakukan.
Saudara-saudara umat Kristen, ketika menelisik peristiwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib, tertulis bahwa peristiwa menyakitkan datang menerpa diri Yesus. Murid-murid meninggalkanNya, siksaan demi siksaan, olokan pedih, bahkan direndahkan. Via dolorosa, jalan penderitaan saat memikul salib menjadi jalan tetesan darah yang tertumpah dari tubuh Yesus, menjadi bukti begitu menyakitkan bagi tubuh Yesus. Mereka yang dahulu mengelu-elukan Dia pada saat Yesus masuk ke Yerusalem (dikenal dengan minggu palmarum), kini berbalik mengolok-olok, menghujat bahkan berteriak “Salibkan Dia.” Namun semua dipikul Yesus dengan tanpa rasa dendam bahkan tak ada kata kebencian yang keluar dari mulut Yesus. Mampu melewati kesesakan, kepedihan, siksa dan sakit yang mendera dalam tubuh, menjadi suatu ajaran Yesus menuju kepada kepastian ‘hidup yang kekal’ yang tidak dapat dipahami manusia.
Kepedihan yang dirasakan Yesus bukan saja menerpa tubuh jasmani-Nya, tetapi perasaan hati Yesus pun harus menderita. Olok-olokan sepanjang jalan saat Dia memikul salib-Nya sampai kepada tertancapnya paku di kayu salib. “Selamatkanlah diri-Mu, jikalau Engkau Anak Allah” (Matius 27:40) suatu olokan yang didasari dari perkataan Yesus pada saat Dia menyucikan Bait Allah dan mengusir pedagang-pedagang dari Bait Allah (Yohanes 2:19). Menarik untuk diperhatikan bahwa nampaknya mereka itu adalah para pendengar yang menyimpan perkataan Yesus dalam hidupnya. Hanya saja, ketika mereka mendengar, mereka menyimpan perkataan Yesus itu dalam makna yang berbeda. Perkataan Yesus itu digunakan mereka untuk mengolok-olok Yesus. Lalu apa yang dilakukan Yesus kepada mereka? Apa balasan Yesus kepada mereka semua yang mengolok-olok Dia? Sakit dibalas dengan kesakitan juga? Dia tidak membalasnya dengan kesakitan tapi dengan pengampunan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Sikap keteladanan, mengampuni, memaafkan bahkan memberikan harapan kehidupan dengan mendoakan agar mereka yang membenci, mencela bahkan menyiksaNya memperoleh keselamatan menjadi teladan Yesus Kristus bagi kita.
Saudara-saudara umat Tuhan, peristiwa Jumat Agung adalah peristiwa penyelamatan Allah, melalui “via dolorosa” menjadi bukti pengorbanan Anak Domba Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Kendali dan kehendak Allah seringkali tidak sama dengan kehendak manusia. Berulang kali saudara dan saya merayakan Jumat Agung, Minggu Paskah, rutin dan terbiasa untuk datang ke gereja dengan ibadah bersama. Namun tahun ini kita menjalani Jumat Agung yang berbeda, tidak seperti rutinitas dan kebiasaan tahun-tahun sebelumnya. Mewabahnya covid-19 membuat rutinitas dan kebiasaan ibadah kita berubah. Mengikuti ketentuan dan peraturan pemerintah, kita harus melaksanakan ibadah di rumah dengan hanya berkumpul satu keluarga. Ada gereja yang mampu melakukan ibadahnya melalui fasiltas media, bagi yang lain mungkin hanya menggunakan lembaran tata ibadah yang dibagikan oleh gereja. Peribadatan yang berbeda ini tentunya tidak akan membawa kita kepada kepedihan yang sama dirasakan oleh Yesus di kayu salib. Tidak, tidak bisa disamakan. Perbedaan tata laksana ibadah itu disikapi untuk membawa kita kepada perubahan, dari hanya sekedar rutinitas dan kebiasaan kepada pelaksanaan yang terimani dalam ungkapan syukur. Kita seringkali hanya menjalankan diri secara rutinitas mendengarkan “Firman Tuhan” tapi tidak menjalankannya sesuai dengan kehendak Yesus. Kita biasa-biasa saja beribadah bukan menjadi yang luar biasa. Kita gampang untuk ‘berubah’ sikap karena tergantung situasi dan kondisi. Sama seperti orang-orang yang tadinya mengeluk-elukan Yesus tapi berubah menjadi mengolok-olokan Yesus. Implementasi kehidupan Yesus pada peristiwa Kematian-Nya di Kayu Salib atau Jumat Agung membawa kita kepada keyakinan:
1. Kesusahan hari ini tidak dapat menggoyahkan keyakinan iman, tapi dengan kesusahan ini semakin mengetahui ada rencana Tuhan yang tidak dapat dipahami secara lahiriah, hanya dengan iman kita dapat memahaminya;
2. Umat Kristen mengubah kehidupannya dari kebiasaan dan rutinitas menjadi sesuatu yang berbeda yang luar biasa dihadapan Tuhan;
3. Nilai spritualitas seseorang bukan dinilai dari pendengaran saja tapi dari perilaku sebagai pelaku Firman;
4. Pengampunan telah berlaku bagi kita dari Yesus Kristus Tuhan kita.
Akhirnya saudara-saudara umat Tuhan, peristiwa kematian Yesus Kristus di kayu salib menjadi lambang titik awal kehidupan baru yang akan bangkit dari diri kita masing-masing, Amin. (Pdt. Marvel Ed Kawatu - ASN Bimas Kristen).
Berita Terkait
Berita Terpopuler

Penerimaan Mahasiswa/i Baru IAKN Tarutung
Dibaca: 3843 kali

Seleksi Nasional PMB Tahun Akademik 2019/2020
Dibaca: 3603 kali

Menteri Agama Melantik Sejumlah Pejabat di Lingkungan Kemenag
Dibaca: 1689 kali

Perpanjangan Jadwal Pendaftaran CPNS Kementerian Agama Tahun 2018
Dibaca: 1637 kali
