Gereja Ramah Anak: Dirjen Bimas Kristen Dorong Gereja Bangun Sistem Perlindungan Anak Berbasis Iman dan Kasih
Jumat, 10 Oktober 2025, 06:13:39 WIB
Minahasa (DBK)– Layanan gereja tidak boleh berhenti pada liturgi. Gereja harus hadir dalam dampak nyata menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk bercerita, menemukan pertolongan, dan merasakan kasih Allah melalui sikap orang dewasa di sekitarnya. Hal ini disampaikan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen Kementerian Agama RI, Jeane Marie Tulung, saat memberi sambutan pada acara Konsultasi Tahunan Komisi Pelayanan Anak Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Tahun 2025, di Langowan, Minahasa, Sulawesi Utara, Jumat, (10/10/2025).
Pada acara yang mengusung tema “Mengembangkan Gereja Ramah Anak: Suatu Strategi Membangun Sistem Perlindungan Anak Berbasis Gereja,” ini Dirjen menegaskan tentang pentingnya komitmen gereja untuk menjadi tempat yang aman, ramah, dan penuh kasih bagi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
Menurut Dirjen tema ini bukan sekadar gagasan, melainkan panggilan iman dan tanggung jawab moral bersama.
“Ketika kita melihat wajah seorang anak yang tersenyum polos, hati kita dipenuhi sukacita. Namun, ketika kita mendengar tangis anak yang terluka karena kekerasan, penelantaran, atau eksploitasi, nurani kita ikut menangis,” ujar Dirjen.
Beliau menekankan bahwa di tengah dunia yang tidak selalu ramah bagi anak, gereja harus tampil menjadi “sanctuary” tempat perlindungan di mana anak-anak dapat merasakan kasih Kristus yang nyata, terlindungi dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
“Anak-anak adalah anugerah Allah yang paling berharga. Gereja harus menjadi rumah yang aman dan penuh kasih, tempat mereka bertumbuh dan mengenal kasih Kristus,” tambahnya.
Dirjen juga mengingatkan bahwa Tuhan Yesus sendiri memberikan teladan yang luar biasa dalam menghargai anak-anak. Mengutip Markus 10:14, ia menyatakan bahwa perintah “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku” adalah panggilan untuk menciptakan ruang aman dan ramah di mana anak-anak dapat mengalami kasih Allah sejak dini.
Lebih lanjut, Dirjen menegaskan bahwa membangun gereja ramah anak berarti mengembangkan sistem perlindungan anak berbasis iman dan kasih, di mana setiap anak dihargai sebagai subjek penuh martabat, bukan objek pelayanan. Beliau mendorong gereja agar para pelayan mampu mengenali tanda-tanda kekerasan, mendampingi korban, serta memberikan rujukan profesional bila diperlukan.
“Gereja ramah anak tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus bersinergi dengan keluarga, pemerintah, dan lembaga perlindungan anak agar sistem perlindungan anak dapat berjalan secara komprehensif,” jelasnya.
Dalam konteks kebijakan nasional, Dirjen menyebutkan bahwa Kementerian Agama telah menetapkan beberapa program prioritas, salah satunya Penguatan Kurikulum Cinta dan Layanan Keagamaan yang Berdampak.
Program ini menanamkan nilai kasih, empati, dan penghormatan terhadap martabat manusia sejak dini. Ia menegaskan bahwa sekolah minggu, PAUD gereja, dan kegiatan pembinaan anak harus menjadi ruang belajar yang bebas kekerasan dan diskriminasi, serta penuh kehangatan dan dukungan karakter kristiani.
“Layanan gereja tidak boleh berhenti pada liturgi. Gereja harus hadir dalam dampak nyata — menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk bercerita, menemukan pertolongan, dan merasakan kasih Allah melalui sikap orang dewasa di sekitarnya,” ungkapnya.
Dirjen juga mengajak gereja-gereja untuk berani menyusun aturan, sistem perlindungan, dan mekanisme pelaporan yang jelas untuk melindungi anak-anak dari kekerasan.
“Jika kita melindungi anak-anak hari ini, kita sedang menanam benih untuk gereja dan bangsa yang lebih baik. Tapi jika kita mengabaikan mereka, kita sedang membiarkan masa depan kita hancur,” tegasnya.
Beliau menutup sambutannya dengan ajakan agar seluruh peserta konsultasi memperkuat komitmen untuk menjadikan gereja sebagai rumah yang ramah anak.
“Anak-anak bukan ‘jemaat kecil’, tetapi mereka adalah masa kini dan masa depan gereja dan bangsa. Dengan menciptakan ruang gereja yang ramah anak, kita menanamkan benih kasih, iman, dan karakter Kristus sejak dini,” tutup Dirjen Jeane Marie Tulung.
Pada acara ini Dirjen turut didampingi oleh Kepala Biro IAKN Manado, Anneke Marie Purukan, Kasubdit Pendidikan Menengah Ditjen Bimas Kristen Santi Yanti Kalangi, turut dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Utara, diwakili oleh Rachel R. Rotinsulu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, Arody Tangkere, Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Minahasa, Sisca Maseo, Camat Langowan Barat, Pnt. Maikkel O. Mait, S.Kom, Ketua Komisi Pelayanan Kategorial Anak Sinode GMIM, Pdt. Susanlie Kindangen, Ketua BPMJ GMIM Bethesda Tumataras, Aneke Woran, Ketua Komisi Pelayanan Kategorial Anak GMIM Wilayah Langowan Kelelondey, Merdy Piri, Ketua Panitia Rapat Konsultasi Tahunan KPAS Tahun 2025, dan perwakilan Guru Sekolah Sekolah Minggu se-Sinode GMIM.
Berita Terkait
- Dirjen Bimas Kristen Jeane Marie Tulung Bersama Panitia Natal Nasional 2025 Audiensi dengan Menteri Agama Bahas Persiapan Penyelenggaraan Natal Nasional
- Kemenag Luncurkan Aplikasi Si-Rukun, Sistem Deteksi Dini Potensi Konflik Sosial-Keagamaan
- Perluas Pelayanan Kemanusiaan, Penyuluh Agama Kristen Jalin Kerja Sama dengan RS di Jakarta
- Dirjen Bimas Kristen: Pelayan Jemaat Adalah Agen Pemulihan di Tengah Tantangan Zaman
- Ditjen Bimas Kristen Kemenag : Ekoteologi Harus jadi Bagian Pelayanan Gereja
Berita Terpopuler

Penerimaan Mahasiswa/i Baru IAKN Tarutung
Dibaca: 3843 kali

Seleksi Nasional PMB Tahun Akademik 2019/2020
Dibaca: 3603 kali

Menteri Agama Melantik Sejumlah Pejabat di Lingkungan Kemenag
Dibaca: 1689 kali

Perpanjangan Jadwal Pendaftaran CPNS Kementerian Agama Tahun 2018
Dibaca: 1637 kali
