Kasubdit Pemberdayaan Umat dan Pengembangan Budaya bersama Tokoh dan Aktivis Perempuan Kristen membahas Komprehensif UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam perspektif Teologi dan Hukum
Rabu, 10 Juli 2024, 10:18:44 WIB
.jpeg)
Jakarta, (DBK) – Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Umat dan Pengembangan Budaya Direktorat Urusan Agama Kristen Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI, Levina P. Nahumury, membuka Diskusi Komprehensif Teologi dan Hukum atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dilaksanakan secara daring via Zoom Meeting pada Senin, 8 Juli 2024.
Dalam acara tersebut, Levina P. Nahumury menekankan pentingnya memahami dan mengkaji ulang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang telah berusia 50 tahun, agar sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat saat ini. Diskusi ini melibatkan tokoh dan aktivis perempuan Kristen yang diharapkan dapat memberikan pandangan komprehensif dari perspektif teologi dan hukum.
Beragam Pandangan dalam Diskusi
Margie Ririhena-de Wanna, perwakilan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah Jawa Barat, menyampaikan bahwa ada banyak pandangan dalam kekristenan mengenai teologi perkawinan yang berdampak pada tingginya angka perceraian. "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini sudah sangat layak untuk dikaji ulang. Sebelumnya rapat zoom dengan Kowani banyak dibahas adalah soal harta gono-gini serta pencatatan perkawinan, apakah di catatan sipil atau di KUA," ujarnya.
Perlindungan terhadap Wanita
Mercy Anna Saragih, perwakilan dari Persatuan Wanita Kristen Indonesia, menambahkan bahwa perceraian dalam rumah tangga tidak hanya disebabkan oleh perselingkuhan, tetapi juga berbagai faktor lain. Ia menekankan perlunya pemikiran bersama agar negara dapat melindungi wanita dari dampak negatif perceraian. "Ini menjadi cara dan kesempatan kita untuk menghasilkan pemikiran bersama agar negara ini berwibawa dan memiliki kekuatan melindungi wanita akibat dampak dari perceraian," jelasnya.
Aspek Hukum yang Perlu Diperhatikan
Ely Baharini, perwakilan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah Jawa Barat, menggarisbawahi bahwa pengaturan harta benda perkawinan sudah sangat jelas. "Bagi mereka yang menikah sebelum tahun 1974, mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan bagi mereka yang menikah setelah terbit UU no 1 tahun 1974, mengikuti UU tersebut" katanya, menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk menyesuaikan undang-undang dengan kondisi saat ini.
Peran Penting Suara Perempuan Kristen
Deety Treisje Mambo sebagai Ketua Persatuan Wanita Kristen Indonesia menekankan bahwa suara perempuan Kristen harus didengar dalam proses ini. "Kita dituntut untuk bergerak cepat agar suara-suara perempuan Kristen juga perlu didengar," tegasnya, mengajak partisipasi aktif dari semua pihak.
Darwita Purba seorang teolog dan aktifis dari Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi Indonesia mengusulkan pertemuan selanjutnya melibatkan aktivis perempuan
Penutup yang Mencerahkan
Menutup rapat diskusi, Levina P. Nahumury mengucapkan terima kasih atas kehadiran para peserta. Ia berharap diskusi ini dapat membuka wawasan dan menghasilkan kesepakatan untuk pertemuan selanjutnya. "Melalui diskusi ini, diharapkan dapat membuka wawasan kita dan menjadi bahan untuk pertemuan selanjutnya," pungkasnya. (ARN)
Berita Terkait
- Menyatukan Langkah, Menguatkan Pelayanan Penyuluhan
- Memperkuat Sinergi Pemerintah dan Induk Organisasi Gereja dalam Tata Kelola Keagamaan
- Kanwil Kemenag DKI Jakarta Serahkan Bantuan untuk Gereja HKBP Kapuk Sawah yang Terbakar
- Dirjen Bimas Kristen Dorong Pola Hidup Sehat bagi Lansia dalam Sosialisasi di Bogor
- Wakili Menag, Direktur Urusan Agama Kristen Hadiri Pembukaan Munas XIII PGLII 2025 di Balikpapan
Berita Terpopuler

Penerimaan Mahasiswa/i Baru IAKN Tarutung
Dibaca: 3843 kali

Seleksi Nasional PMB Tahun Akademik 2019/2020
Dibaca: 3603 kali

Menteri Agama Melantik Sejumlah Pejabat di Lingkungan Kemenag
Dibaca: 1689 kali

Perpanjangan Jadwal Pendaftaran CPNS Kementerian Agama Tahun 2018
Dibaca: 1637 kali
