Pdt. Timotius Adhi Dharma, M.Si dari GKMI ARK Jakarta Barat Membahas "Life in the Spirit and Truth” Pada Ibadah Awal Minggu Kerja..

Senin, 02 September 2024, 12:36:01 WIB

Jakarta (DBK)---Dalam khotbah Ibadah Awal Minggu Kerja pagi ini, Pendeta Timotius Adhi Dharma, M.Si dari Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) ARK Jakarta Barat, mengangkat tema "Life in the Spirit and Truth" dengan ayat bacaan dari Yohanes 4:5-26. Khotbah ini menyoroti hubungan antara pemahaman iman yang mendalam dan konsep Dunning-Kruger Effect yang terkenal di dunia psikologi. (02/09)

Pendeta Timotius memulai khotbahnya dengan menceritakan kisah menarik tentang seorang perampok bernama MC Arthur Wheeler, yang pada tahun 1995 mencoba merampok dua bank di Pittsburgh. Wheeler, dalam kebodohannya, melumuri wajahnya dengan perasan lemon dengan keyakinan bahwa kamera pengawas tidak akan bisa menangkap wajahnya. Namun, tindakannya yang konyol justru memudahkan polisi untuk menangkapnya.

Kisah ini menjadi latar belakang penelitian yang dilakukan oleh David Dunning dan Justin Kruger, yang dikenal dengan "Dunning-Kruger Effect". Penelitian ini menunjukkan bagaimana orang yang kurang berpengetahuan seringkali memiliki kepercayaan diri yang berlebihan dibandingkan dengan mereka yang lebih kompeten.

Pendeta Timotius kemudian mengaitkan konsep ini dengan kisah perempuan Samaria yang bertemu dengan Yesus di sumur Yakub, seperti yang dicatat dalam Yohanes 4:5-26. Dalam khotbahnya, ia membagi pesan tersebut menjadi tiga bagian: "Kebodohan yang Sok Tahu" (Mount Stupid), "Kesadaran akan Kekurangan" (Valley of Despair), dan "Meningkatkan Kompetensi" (Slope of Enlightenment).

Di bagian pertama, Pendeta Timotius menjelaskan bagaimana perempuan Samaria merasa yakin bahwa ia memahami segala sesuatu tentang norma sosial dan sejarah sumur Yakub. Namun, ia tidak menyadari bahwa Yesus berbicara tentang air kehidupan yang jauh lebih dalam. Ini adalah contoh dari "Mount Stupid," di mana seseorang yang kurang kompeten merasa sangat percaya diri dalam pengetahuannya yang terbatas.

Pada bagian kedua, ia membahas perubahan sikap perempuan Samaria ketika Yesus berbicara tentang air kehidupan. Perempuan tersebut mulai menyadari betapa terbatasnya pengetahuan dan pengertiannya, yang membuatnya hancur hati dan merasa kecil di hadapan Yesus. Ini merupakan fase "Valley of Despair," di mana seseorang mulai menyadari kekurangannya.

Di bagian ketiga, Pendeta Timotius menyoroti bagaimana perempuan Samaria akhirnya mencapai pencerahan sejati ketika Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai Mesias. Pada tahap ini, ia mencapai apa yang disebut "Slope of Enlightenment," di mana seseorang mulai meningkatkan pemahaman yang lebih dalam dan akurat.

Dalam penutup khotbahnya, Pendeta Timotius menekankan bahwa pengetahuan, keyakinan, dan tradisi agama saja tidak cukup. Umat diajak untuk rendah hati mengakui keterbatasan mereka dan membuka hati untuk belajar dari Yesus, sehingga dapat hidup dalam Roh dan Kebenaran dan mencapai pencerahan sejati.

"Mari kita meminta kepada Tuhan untuk membimbing kita dalam perjalanan ini, sehingga kita dapat hidup dalam Roh dan Kebenaran, mencapai pencerahan sejati, dan menjadi saksi yang rendah hati bagi dunia," tutup Pendeta Timotius.

Berita Terkait