Pembahasan Draft Peraturan Menteri Agama tentang Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum dan memiliki kekhususan di Bidang Keagamaan

Rabu, 18 November 2020, 13:42:04 WIB

Sekretaris Ditjen Bimas Kristen bersama Narasumber, Penyelenggara Acara dan Peserta

Tangerang, DBK – Sebagai respon dari masalah yang sedang dihadapi, dimana ada banyak Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) berbadan hukum, perkumpulan, persekutuan dan asosiasi sejenis yang semula dapat diterbitkan SK keterdaftarannya, namun seiring dengan berlakunya Undang-Undang Ormas yang baru tidak dapat diperpanjang SK keterdaftarannya, Selasa (17/11), Subbag Hukum Bagian Organisasi, Kepegawaian dan Hukum Sekretariat Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama menyelenggarakan kegiatan Pembahasan Draft Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum dan memiliki Kekhususan di Bidang Keagamaan.

Bertindak sebagai Narasumber dalam kegiatan ini adalah Dirjen Bimas Kristen, Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si, Sekretaris Ditjen Bimas Kristen, Drs. Urbanus Rahangmetan, M.Th, Karo Hukum dan KLN, Drs. M. Mudhofir, M.Si, Kabag Perancangan dan Peraturan dan Keputusan Menteri dan Dokumentasi pada Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri, Imam Syaukani, S.Ag., M.H., dan Kepala Seksi Badan Hukum Sosial Ditjen Adm. Hukum Umum Kemenkumham, Daniel Duardo Noorwijanarko.

Dirjen Bimas Kristen Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si dalam materinya mengatakan bahwa ada 4 hal yang harus kita perhatian dalam menyusun PMA tentang Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum dan memiliki kekhususan di Bidang Keagamaan ini, “Pertama, Organisasi/lembaga yang sudah terdaftar di lembaga pemerintah, khususnya pada Ditjen Bimas Kristen, seharusnya sudah mendapat legitimasi dari pemerintah, jangan kemudian ada lagi kepentingan lain yang mengharuskan mereka untuk terdaftar di lembaga pemerintah tertentu. Yang kedua, kita harus membaca kerangka dasar dari ormas itu sendiri. Yang ketiga, kita harus menata organisasi-organisasi yang ada di bawah naungan kita, tidak hanya yang berbentuk sinodal gereja, tapi juga yayasan dan lembaga yang punya ciri keagamaan. Harus ada aturan yang kuat secara eksplisit, sehingga nantinya mereka akan bertanggung jawab dan memberi ikatan yang cukup bagi organisasi-organisasi itu untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang berkaitan dengan keagamaan. Apabila kita tidak punya alat pemantau yang cukup dan kuat, kita akan sulit memantaunya. Yang keempat, PMA ini harus bersifat lebih eksklusif, harus mengatur lebih baik seluruh agama, dan apabila nantinya mau dikondisikan di masing-masing Bimas, bisa dibuat lebih terperinci dan disesuaikan dengan konteks masing-masing agama.”

“Proses ini memang tidak sederhana, tapi saya berharap proses ini bisa berjalan dengan lancar dan peraturan ini nantinya bisa membantu kita utuk melakukan tugas-tugas keagamaan, khususnya bagi umat Kristen.”

Dalam laporannya, Plt. Kabag OKH, Ririn Retno Widarti menyampaikan bahwa, ”Permasalahan yang sedang terjadi ini dikarenakan dalam Undang-Undang Ormas yang lama, Ormas dibagi menjadi 2 jenis yaitu Ormas Umum dan Ormas Keagamaan. Sedangkan pada Peraturan UU pengganti UU yang berlaku saat ini, Pembagian Ormas berubah menjadi Ormas Berbadan Hukum dan Ormas Tidak Berbadan Hukum. Perubahan ini berimplikasi kepada hilangnya wewenang Kementerian Agama dalam melakukan pembinaan terhadap Ormas keagamaan berbadan hukum.”

Kegiatan pembahasan draft PMA ini dihadiri oleh perwakilan dari Ditjen Bimas Kristen, Ditjen Bimas Katolik, Ditjen Bimas Hindu, Ditjen Bimas Buddha, PKUB serta Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Jenderal Kementerian Agama. (Sisfo-GC)

Berita Terkait