REFLEKSI MINGGU, 30 Agustus 2020
Minggu, 30 Agustus 2020, 02:07:41 WIB

ORANG BENAR AKAN HIDUP DENGAN IMAN PERCAYANYA
Habakuk 1:2-4; 2:1-4
Pdt. Ferly David, M.Si.
Sekretaris Umum Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan (GKP)
Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, dasar dari renungan kita pada minggu ini diambil dari Habakuk 1:2-4; 2:1-4: “Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kau dengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kau tolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.” (Habakuk 1:2-4).
“Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku. Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: "Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” (Habakuk 2:1-4).
Sampai disitu pembacaan Alkitab kita, yang berbahagia ialah orang yang mendengar dan melakukan Firman Tuhan di dalam hidupnya, Haleluya.
Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus, saya ingin memulai renungan ini dengan sebuah pertanyaan sederhana. Apakah ada diantara saudara yang sekalipun di dalam kehidupan saudara tidak pernah merasa kuatir? Pasti tidak ada ya, apalagi dalam saat-saat seperti sekarang, saat pandemi Covid-19 ini, ada banyak kekuatiran di dalam kehidupan kita. Saudara, rasa kuatir sebenarnya adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi bahkan dalam kadar tertentu rasa kuatir itu diperlukan, rasa kuatir yang sewajarnya membuat kita mawas diri, berjaga-jaga dan berusaha untuk menjalani kehidupan kita dengan baik, kalau kita kuatir gagal ujian misalnya, maka kita akan giat mempersiapkan diri untuk ujian itu dengan belajar. Kalau kita kuatir mendapat kecelakaan, maka ketika kita mengendarai kendaraan kita akan berusaha berhati-hati, waspada, berjaga-jaga. Kalau kita kuatir akan kesehatan kita, maka kita berupaya untuk menjaga kesehatan kita, supaya kita tidak sampai sakit. Kalau kita kuatir akan pandemi Covid-19, maka kita pakai masker, kita rajin cuci tangan, kita menjaga jarak dan seterusnya. Jadi dalam kadar tertentu, rasa kuatir itu bahkan kita perlukan. Rasa kuatir dalam diri kita menimbulkan rasa mawas diri, berhati-hati dan berjaga-jaga sehingga kita bisa menjalani kehidupan kita dengan baik.
Tetapi saudara sekalian, kekuatiran bisa menjadi buruk dan merusak kehidupan manakala itu terjadi secara berlebihan, bukan cuma kuatir tetapi juga dikuasai kekuatiran, bukan cuma kuatir tetapi sudah menjadi ketakutan. Takut gagal jadinya tidak pernah mencoba, takut kekurangan jadinya pelit, takut celaka jadinya tidak mau pergi kemana-kemana, takut masa depan lalu orang jadi bunuh diri, bahkan sering karena kekuatiran orang melakukan tindakan-tindakan yang irasional, tindakan-tindakan yang tidak masuk di akal, menimbun harta sebanyak-banyaknya hanya karena kuatir akan masa depan, menindas yang lain yang berbeda dengan dia, karena kuatir suatu saat tidak lagi jadi mayoritas, tidak jadi penguasa lagi lalu lawan-lawannya ditindak. Atau mendiskriminasi orang-orang tertentu karena ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan. Peristiwa penolakan mayat korban Covid-19 untuk dikubur di daerah tertentu, itu adalah gambaran ketakutan yang irasional, ketakutan yang menguasai mereka, sehingga mereka melakukan tindakan-tindakan yang sesunguhnya tidak perlu.
Saudara sekalian ada cerita di India, tentang tikus yang takut terhadap kucing, tikus itu pergi ke tukang sihir dan minta supaya dia dirubah menjadi kucing, sehingga dia tidak perlu takut lagi berhadapan dengan kucing. Lalu permintaannya itu dikabulkan dan tikus itu berubah menjadi kucing. Ketika tikus yang telah berubah menjadi kucing itu bertemu dengan anjing, dia takut lagi, lalu dia datang lagi ke tukang sihir itu dan bilang, tolong rubah saya jadi anjing, supaya saya tidak takut menghadapi anjing. Lalu dirubah lagi dia menjadi anjing, awalnya dia merasa sekarang saya tidak perlu takut apa-apa, tetapi kemudian anjing ini bertemu dengan harimau, lalu dia takut lagi dengan harimau. Dia datang ke tukang sihir dan meminta lagi, ubahlah saya menjadi harimau supaya saya tidak takut. Permintaannya tersebut masih dikabulkan, jadi berubahlah menjadi harimau. Wah raja hutan tidak perlu ada yang ditakutkan, tapi ternyata datang pemburu yang mengejar-ngejar harimau ini, sehingga ia takut terhadap pemburu. Lalu dia datang lagi ke tukang sihir untuk meminta dirubah menjadi pemburu. Lalu tukang sihir itu merubah dia menjadi tikus lagi. Kenapa? Kamu sudah berubah dari tikus menjadi kucing, dari kucing menjadi anjing, dari anjing menjadi raja hutan tetapi mental kamu masih mental tikus.
Saudara-saudara cerita ini berbicara beginilah seseorang yang diliputi rasa kuatir, orang yang jadi penakut, orang yang hidupnya tidak bahagia, orang yang kehilangan keceriaan hidup, tidak ada sukacita, tidak pernah merasa cukup, tidak pernah merasa aman, tidak pernah menikmati kehidupan. Saudara-saudara perikop pembacaan kita berbicara tentang perkataan Nabi Habakuk, situasi yang dihadapi oleh umat pilihan pada masa Nabi Habakuk ini adalah situasi yang ditandai dengan ketidakadilan, kejahatan, kelaliman, penganiayaan, kekerasan, perbantahan dan pertikaian seperti diuraikan ayat ke 2 sampai ke 3 pasal 1 Kitab Nabi Habakuk ini, situasi yang bagi siapapun menjalaninya akan mengalami kekuatiran dan ketakutan. Karena penindasan yang dialami Israel, Habakuk mempertanyakan dimanakah Tuhan. Pada ayat yang ke 2 Habakuk mempertanyakan Tuhan yang tidak cukup tanggap untuk menghentikan kekejaman yang terjadi, untuk melawan ketidakadilan Yehuda ini. Habakuk yang mempertanyakan tentang Tuhan yang membiarkan pasukan Babel menindas umat yang dikasihiNya.
Saudara-saudara meskipun ada kesan ketidakpercayaan pada pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Habakuk ini, sesungguhnya kisah Nabi Habakuk memberikan pelajaran yang sangat baik tentang hidup beriman kepada Tuhan. Penuturan Habakuk kepada Tuhan adalah contoh yang baik bagaimana orang beriman itu berdoa, dimana doa itu diungkapkan oleh orang yang beriman. Doa orang yang beriman tidak hanya berisi pengaduan, tetapi pujian, bukan mempertanyakan melainkan juga percaya. Habakuk senantiasa mengungkapkan imannya kepada Tuhan, kendati ia dan umat sedang mengalami masa-masa yang sangat sulit, justru iman manusia akan diuji melalui saat-saat sulit itu, karena Tuhan menyambut setiap orang yang hidup oleh iman. Pertanyaan-pertanyaan iman selalu dibarengi dengan penantian-penantian iman, inilah yang nampak dalam perikop bagian yang kedua, pasal yang ke 2, ayat 1-4. Nabi Habakuk mau tetap setia menanti-nantikan jawaban Tuhan atas pengaduannya. Habakuk meyakini karya tindaklanjut Tuhan akan berlangsung pada waktu yang tepat, pertolongan Tuhan atas Yehuda akan segera nyata, dan tidak berlambat-lambat dan tidak akan bertangguh. Pentingnya menunggu dengan sabar pada ayat ini karena keselamatan itu pasti akan terjadi. Saudara-saudara iman tidak berarti percaya tanpa kekuatiran, tetapi iman itu lahir dari pergumulan-pergumulan ketika kita mengalami banyak kekuatiran. Iman yang sesungguhnya berasal dari proses kehidupan yang nyata, dari kekuatiran, dari ketakutan yang nyata, tapi lalu lahir sebuah keyakinan, sebuah kepercayaan bahwa Tuhan tetap menyertai kehidupan kita.
Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, situasi pandemi Covid-19 yang kita alami ini, kita belum tahu kapan akan berakhirnya, dan situasi seperti ini bisa memunculkan berbagai kekuatiran dalam kehidupan kita, kita jadi lebih kuatir tentang kesehatan kita, kita jadi lebih kuatir bagaimana kehidupan ekonomi kita dalam situasi-situasi yang seperti ini, kita juga menjadi kuatir bagaimana nasib pendidikan bagi anak-anak kita kalau harus terus menerus sekolah online seperti sekarang ini. Kita juga menjadi kuatir bagaimana kehidupan keagamaan kita sebab bagaimanapun keindahan bersekutu bersama ketika kita hadir di gedung gereja secara bersama-sama memuji Tuhan dan beribadah kepada Tuhan itu tidak bisa digantikan dengan persekutuan-persekutuan virtual seperti yang harus kita lakukan selama masa pandemi ini. Dan itu mengkuatirkan kita, sampai kapan kita harus beribadah seperti ini. Ada banyak hal dalam kehidupan kita sekarang yang bisa membuat kita sulit untuk tersenyum. Akan tetapi saudara sekalian rasa kuatir yang berlebihan tidak akan ada gunanya selain membuat kehidupan kita menjadi suram, kekuatiran membuat hidup kita jadi kehilangan rasa sukacita dan jangan biarkan kekuatiran itu merampas sukacita kita. Biarlah kekuatiran-kekuatiran yang kita alami memunculkan keyakinan kepercayaan bahwa Tuhan ada di tengah kehidupan kita, Tuhan menyertai kita, Tuhan menolong kita. Karena itu yakinlah, Allah akan senantiasa menyertai dan menolong kita, sehingga kita tidak perlu kuatir secara berlebihan, mawas diri, berjaga-jaga dan mempersiapkan segala kemungkinan itu perlu tapi jangan sampai orang percaya kehilangan sukacita kehidupannya karena keyakinannya kepada Tuhan yang Maha Baik. Tuhan menyertai kita, amin.
Video Mimbar Kristen Kementerian Agama, Edisi Minggu, 30 Agustus 2020
Berita Terkait
Berita Terpopuler

Penerimaan Mahasiswa/i Baru IAKN Tarutung
Dibaca: 3843 kali

Seleksi Nasional PMB Tahun Akademik 2019/2020
Dibaca: 3603 kali

Menteri Agama Melantik Sejumlah Pejabat di Lingkungan Kemenag
Dibaca: 1689 kali

Perpanjangan Jadwal Pendaftaran CPNS Kementerian Agama Tahun 2018
Dibaca: 1637 kali
