Memperkuat Sinergi Pemerintah dan Induk Organisasi Gereja dalam Tata Kelola Keagamaan

Senin, 21 April 2025, 23:20:12 WIB

Bekasi, (DBK) — Kehidupan beragama, serta jaminan kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia pada dasarnya dibangun di atas fondasi konstitusional yang kokoh sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, kita masih menghadapi sejumlah tantangan yang perlu dijawab dengan langkah bersama.

“Di antaranya, perizinan pendirian rumah ibadah, status hukum tanah tempat rumah ibadah berdiri, serta penguatan wawasan kebangsaan.”

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Urusan Agama Kristen Dr. Amsal Yowei, SE, M.Pd.K saat menyampaikan arahannya mewakili Dirjen Bimas Kristen Dr. Jeane Marie Tulung, S.Th, M.Pd pada kegiatan Simposium Nasional tentang "Memperkuat Sinergi Pemerintah dan Induk Organisasi Gereja dalam Tata Kelola Keagamaan", Senin (22/04/25).

Dalam arahannya, Yowei menyampaikan bahwa prosedur pendirian rumah ibadah masih sering menemui hambatan yang bersifat administratif dan sosiologis.

“Banyak gereja menghadapi kesulitan dalam memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam PBM No. 8 dan 9 Tahun 2006, khususnya dalam memperoleh dukungan dari warga sekitar atau rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),” kata Yowei.

“Ini menjadi catatan kritis bagi kita semua untuk mendorong reformulasi pendekatan yang lebih kontekstual, dialogis, dan solutif, tanpa mengorbankan prinsip hidup berdampingan secara damai,” sambungnya.

Masalah lain yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah status hukum tanah tempat rumah ibadah berdiri.

“Banyak gereja, terutama yang sudah berdiri puluhan tahun, belum memiliki sertifikat tanah, yang berimplikasi pada lemahnya kepastian hukum, rentan konflik, serta sulit mengakses program bantuan pemerintah,” terangnya.

Untuk itu, sambung Yowei, Kementerian Agama sedang menjalin sinergi lintas kementerian, khususnya dengan Kementerian ATR/BPN, dalam percepatan program sertifikasi tanah rumah ibadah yang harus direspons dengan kesiapan administratif dan data dari pihak gereja.

“Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen terus berupaya menjadi jembatan antara pemerintah dan gereja, serta memastikan bahwa suara umat didengar dan kebutuhan umat ditanggapi secara adil dan setara,” tukas Yowei.

“Namun keberhasilannya sangat tergantung pada kolaborasi, kepercayaan, dan komitmen bersama,” tambahnya.

“Marilah kita jadikan simposium ini menjadi momentum untuk menyatukan langkah, menyusun peta jalan bersama, serta mengidentifikasi solusi konkret atas persoalan-persoalan yang kita hadapi,” pinta Yowei.

“Tidak ada kemajuan yang bisa dicapai tanpa sinergi. Mari kita bangun gereja-gereja yang kuat secara rohani, kokoh secara kelembagaan, dan hadir sebagai berkat yang nyata di tengah masyarakat plural,” pungkasnya.

Kegiatan yang berlangsung tanggal 21 s.d. 23 April secara daring dan luring ini dihadiri oleh para pimpinan sinode dan pimpinan gereja lokal, serta menghadirkan narasumber dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama.

(Humas Ditjen Bimas Kristen)

 

Berita Terkait