MIMBAR KRISTEN KEMENTERIAN AGAMA, MINGGU, 20 Juni 2021

Sabtu, 26 Juni 2021, 18:32:46 WIB

Tema             : Roh Kudus Memberikan Keberanian untuk Bersaksi dan Berbagi

Subtema        : Gereja yang Bersaksi dan Berbagi pada Masa Pandemi

Pengkhotbah : Edi Suranta Ginting (Sinode GIKI)

Nats Alkitab   : Kisah Para Rasul 4: 31-37

 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pendahuluan

Pemirsa mimbar Kristen Kemenag dan umat Kristen seluruh Indonesia, syalom dan salam damai sejahtera bagi  kita semua. Bulan lalu, tepatnya tanggal 23 Mei 2021 kita sudah memperingati peristiwa Pencurahan Roh Kudus yang menjadi awal lahirnya gereja Tuhan di tengah-tengah dunia ini.

Oleh karena itu, masih dalam semangat peristiwa Pencurahan Roh Kudus dan kelahiran gereja, saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara sekalian untuk melihat bagaimana gereja yang baru lahir tersebut menghadapi kesukaran dan tekanan yang mereka hadapi.

Teks Firman Tuhan yang mendasarinya terdapat dalam Kisah Para Rasul 4: 31--37. Saya akan membacakannya. Saya memberi tema renungan ini Roh Kudus Memberikan Keberanian untuk Bersaksi dan Berbagi dengan subtema : Gereja yang Bersaksi dan Berbagi pada Masa Pandemi.

Pemirsa mimbar Kristen Kemenag dan umat Kristen seluruh Indonesia yang saya kasihi, gereja yang baru lahir itu memberitakan Yesus Kristus yang bangkit dan menjadi  juruselamat.  Membuat mujizat dengan menyembuhkan orang lumpuh. Dengan hal itu, gereja menjadi populer dan banyak orang di Yerusalem menjadi tertarik dan bergabung.

Akan tetapi, para pemimpin agama tidak menerima apa yang dikerjakan oleh pemimpin gereja, yaitu para rasul. Mereka menangkap dan mengancam para rasul agar tidak memberitakan Kristus yang bangkit dan menjadi juruselamat. Para rasul tidak gentar dengan ancaman tersebut dan dengan tegas menyatakan bahwa mereka lebih taat  kepada Allah daripada kepada manusia (Kis. 4:19-20, 5:29).

Dalam kondisi ditekan dan diancam oleh para pemimpin agama, gereja tetap melaksanakan tugasnya sebagai saksi Kristus dan membangun persekutuan yang memesona banyak orang. Kita akan melihat bagaimana gereja menyikapi dunia yang menolak keberadaan mereka dan tetap menampilkan kehidupan persekutuan.

Pembahasan Teks  (Kisah Para Rasul 4: 31--37)

Lembaga Alkitab Indonesia memberi dua judul atas bagian Alkitab di atas, yaitu Doa Jemaat (ay.23--31) dan Cara Hidup Jemaat (ay. 32--37). Saya hanya mengambil ayat  terakhir dari bagian yang pertama.

Latar belakang teks Firman Tuhan ini ialah penangkapan Petrus dan Yohanes. Mereka ditangkap ketika sedang berbicara kepada orang banyak. Para pemimpin Yahudi serta tua-tua dan ahli Taurat bersidang di Yerusalem dipimpin oleh Imam Besar Hanas dan Kayafas (Kis. 4: 5-6). Mereka ditanya dengan kuasa apa mereka menyembuhkan orang lumpuh. Jawab mereka dengan berani, mereka menyembuhkan orang lumpuh dengan kuasa Yesus Kristus. Mereka melanjutkan dengan mengatakan bahwa keselamatan di bawah kolong langit hanya ada di dalam nama Yesus Kristus (Kis. 4: 10--12).

Mendengar keberanian Petrus dan Yohanes para peserta sidang heran karena mereka tahu Petrus dan Yohanes bukan orang berpendidikan. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak memiliki alasan untuk menghukum mereka. Jadi, mereka mengancam dan melepaskan kedua rasul tersebut.

Setelah dilepaskan, kedua rasul kembali kepada kawan-kawan mereka dan menceritakan ancaman yang disampaikan imam-imam kepala dan tua-tua kepada mereka. Jemaat merespons ancaman itu dengan dua hal: Berani Bersaksi dan Berani Berbagi.

1. Berani Bersaksi (Kis. 4: 31)

Ketika mendengar ancaman dari pemimpin Yahudi kepada mereka, jemaat Tuhan memohonkan tiga hal kepada Tuhan: satu, keberanian memberitakan Firman, dua, memohon kuasa menyembuhkan orang, dan tiga, memohonkan kuasa mengadakan tanda-tanda (Kis. 4: 29--30). Menarik bahwa jemaat tidak meminta musuh mereka dihancurkan atau meminta supaya mereka diluputkan dari ancaman.

Tuhan Allah mendengarkan doa jemaat. Ketika mereka berdoa, tempat mereka berdoa goyang, dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus. Mereka menjadi berani memberitakan Firman Tuhan.

Peristiwa yang dialami oleh jemaat adalah peristiwa yang hampir sama dengan yang dialami oleh para rasul ketika mereka menerima pencurahan Roh Kudus yang tertulis dalam pasal 2. bila di pasal 2 peristiwa pencurahan Roh Kudus dan para rasul berbicara dalam bahasa-bahasa asing dan diteruskan dengan khotbah yang disampaikan Petrus dengan penuh keberanian. Maka pada bagian ini, jemaat Tuhan pun mendapat keberanian untuk menyampaikan Firman Tuhan.

Bagian ini pun menegaskan kembali  bahwa salah satu tanda orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus ialah keberanian menyampaikan Firman Tuhan. Bila mengacu pada khotbah Petrus dan Kis. 4:33, maka yang mereka sampaikan ialah tentang kebangkitan Tuhan Yesus dari antara orang mati dan menjadi  juruselamat bagi orang yang percaya.

Keberanian menyampaikan Firman Tuhan adalah satu bagian dan bagian lainnya adalah keberanian menghadapi ancaman dari para pemimpin agama. Jemaat adalah orang biasa dan bahkan cenderung berasal dari kelas sosial bawah sedangkan yang mereka hadapi  ialah para pemimpin agama yang juga memiliki kuasa sosial dan kuasa politik. Akan tetapi, Roh Kudus memberi keberanian kepada anggota jemaat tersebut.

2. Berani  Berbagi (Kis. 4: 32--37)

Pada perikop ini, dengan jelas Rasul Lukas menggambarkan cara hidup jemaat yang dipenuhi oleh Roh Kudus itu dalam persekutuan.

Pada ayat 32, dijelaskan bahwa jemaat itu  sehati dan sejiwa. Yang dimaksudkan dengan sehati dan sejiwa ialah adanya kebersamaan di antara mereka tanpa batas kepemilikikan individu. Tidak ada yang membatasi diri dengan mengatakan kepemilikannya atas harta pribadinya. Memang tidak disebutkan peniadaan milik pribadi tetapi segala sesuatu dapat dipakai dan digunakan bersama-sama.

Ayat 33 menjelaskan tentang dua hal. Satu, kesaksian rasul-rasul tentang kebangkitan Tuhan Yesus. Dua, kasih karunia yang melimpahi jemaat tersebut. Bagian ini menegaskan bahwa kesaksian tentang kebangkitan Tuhan dan cara hidup yang saling berbagi adalah kasih karunia Allah bagi jemaat ini.

Ayat 34 dan 35 menjelaskan dua hal. Satu, tidak ada seorang pun di antara mereka yang kekurangan. Dua, mereka tidak ada yang kekurangan adalah karena yang memiliki harta bersedia menjual harta mereka dan uangnya kemudian diserahkan kepada rasul-rasul. Rasul-rasul kemudian membagikan uang itu kepada orang yang membutuhkannya.

Menurut catatan, kebanyakan orang yang percaya pada masa itu adalah orang-orang yang hidup dalam kemiskinan.

Ayat 36 dilaporkan bahwa salah seorang dari yang bersedia menjual harta bendanya untuk dibagikan kepada orang miskin adalah Yusuf, seorang Lewi dari Siprus. Para rasul menyebutnya Barnabas yang berarti penghibur atau orang yang suka menolong. Jadi, jangan kita kaitkan Barnabas dengan orang yang pintar bercanda atau  orang yang bisa mencairkan suasana menjadi gembira. Istilah itu lebih tepat pada tindakan atau perbuatan memberikan sesuatu yang membuat orang yang menerimanya terhibur atau lepas dari beban yang menekan.

Dengan ini, Lukas ingin menunjukkan bahwa orang yang bersedia memberikan apa yang menjadi miliknya untuk bisa menolong orang lain adalah penghibur bagi orang yang susah atau  orang yang berkekurangan.

Penerapan

Pemirsa mimbar Kristen Kemenag dan umat Kristen seluruh Indonesia, kita sekarang sedang berada pada masa pandemi yang panjang. Sudah setahun lebih kita menjalaninya dan kita tidak tahu kapan akan selesai.

Tema renungan kita hari ini ialah Roh Kudus Memberikan Keberanian untuk Bersaksi dan Berbagi dengan subtema Gereja yang Bersaksi dan Berbagi pada Masa Pandemi. Dengan demikian ada dua hal yang dapat kita implementasikan dari bagian Firman Tuhan yang sudah kita dengarkan.

1. Tetap bersaksi di tengah-tengah pandemi. Apa yang dapat kita saksikan di tengah-tengah bangsa yang penuh dengan pergumulan ini? Pandemi bukan hanya soal virus tetap sudah berdampak pada sosial dan ekonomi. Pola hidup  kita sudah sangat diubah oleh pandemi ini. Bila sebelumnya persaudaraan atau pertemanan ditunjukkan dengan perjumpaan fisik, sekarang hal itu sudah diubah dengan perjumpaan secara virtual. Dan banyak hal lain yang sudah berubah. Demikian pula dengan ekonomi. Kita dilarang untuk berkerumun di hotel, mal, cafe, gedung pertemuan karena hal itu riskan bagi penyebaran virus corona. Banyak orang yang kehilangan sumber pendapatan dan pekerjaan. Semua hal ini  berdampak pada keadaan psikologis orang. Banyak orang yang frustasi karena kesulitan ekonomi, banyak orang yang pesimis dengan hari depan dan banyak orang yang menjadi paranoid.

Jemaat mula-mula di tengah-tengah kesukaran yang mereka hadapi, mereka tetap berani bersaksi karena Roh Kudus memenuhi hati mereka. Maka, kita pun sebagai orang yang sudah ditebus oleh Tuhan Yesus harus menunjukkan keberanian bersaksi dengan sikap hidup kita di tengah-tengah pandemi ini. Kita yang percaya kepada Tuhan Yesus yang sudah bangkit harus percaya bahwa Tuhan Yesus tetap berdaulat atas keadaan yang kita hadapi. Kita harus menunjukkan ketabahan, pengharapan, dan ketaatan kepada kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

2. Tetap berbagi. Situasi sulit dapat menjadi godaan bagi manusia untuk menyelamatkan diri sendiri bahkan mungkin dengan mengorbankan orang lain. Akan tetapi, kita sudah belajar dari gereja mula-mula, bagaimana mereka komunitas yang kecil dalam arti jumlah dan juga kecil dalam arti fasilitas dan kapasitas, tetapi mereka menerapkan hidup saling berbagi sehingga mereka menjadi kuat. Oleh karena itu, baik kita sebagai pribadi dan gereja sebagai komunitas dapat menjadikan berbagi sebagai prioritas hidup pada masa pandemi ini. Mungkin semua program perlu dievaluasi dengan mengacu pada panggilan untuk berbagi. Tiap orang pasti memiliki sesuatu yang bisa dibagikan dan tiap kelompok tentu ada yang memiliki sesuatu yang bisa dibagikan bagi  anggota yang lain.

Saya ingin menutup renungan ini dengan satu kisah yang saya dengar. Pada tahun 1948 ketika Belanda kembali ingin menguasai Indonesia, maka orang-orang Karo terpaksa mengungsi meninggalkan kampung halaman mereka di tanah karo. Mereka mengungsi ke Aceh. Mereka yang mengungsi ada yang sudah menjadi Kristen dan masih banyak yang belum beragama. Di dalam perjalanan menuju Aceh tersebut terlihat sikap hidup orang Kristen yang berbeda dengan orang Karo yang belum beragama. Orang Karo Kristen banyak bernyanyi  lagu-lagu rohani sementara banyak yang lain menggerutu karena kekurangan bahan makanan, beratnya beban yang dibawa dan masalah-masalah lain. Orang Karo Kristen juga suka menolong orang yang membutuhkan pertolongan dan suka membagi yang mereka miliki kepada orang yang membutuhkan.

Ketika tahun 1950 para pengungsi kembali ke Tanah Karo, banyak orang Karo yang meminta kepada gereja untuk dibaptis dan menjadi orang Kristen. Ketika ditanya mengapa mereka mau menjadi  Kristen, maka jawab mereka dalam pengungsian bahwa orang Kristen punya semangat dan tabah dalam menjalani hidup dan suka berbagi dan menolong orang yang kesusahan. Amin, Tuhan Yesus memberkati kita.

Profil Pembawa Renungan

Nama : Edi Suranta Ginting

Pelayanan : Pendeta Jemaat dan Ketua Sinode Gereja Injili Karo Indonesia (GIKI)

                    Dosen tetap di Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus, Bandung

Pendidikan :    Drs.      (USU, 2007)

                        M.Div.  (STAT, 1994)

                        M.Th.   (STTJ, 2003)

                        D.Th.    (STTJ, 2020)

Video Mimbar Kristen Kementerian Agama Bersama Sinode GIKI, Edisi Minggu, 20 Juni 2021

Berita Terkait